Dari suatu pola spasial fenomena pada kawasan yang diamati pada Kabupaten Banyumas. Tentunya akan menimbulkan konsekuensi yang terjadi akibat adanya distribusi spasial. Untuk Kabupaten Banyumas sendiri komposisi dalam konsep tata ruang kota Kabupaten Banyumas tak seimbang antara kawasan permukiman, pertokoan, dan perkantoran. Hal tersebut disebabkan Sumber Daya Alam sebagai dasar penyusunan konsep tata ruang kota kurang diperhatikan. Sehingga dapat dikatakana tata ruang kotanya berpola campuran. Tentunya pertimbangannya adalah kurang jelasnya mana kawasan perkantoran, permukiman dan pertokoan. Untuk itu diperlukan suatu langkah dalam mengoptimalkan tata ruang kota Kabupaten Banyumas. Dimana cara yang sebaiknya dilakukan ialah penataan kawasan kota yang telanjur semrawut sebaiknya tidak diteruskan dengan menambah pusat keramaian baru seperti mal, supermarket, dan pusat perbelanjaan.

Penyusunan tata ruang kota seharusnya memperhatikan kondisi fisik seperti faktor ketersediaan air, tingkat kesuburan tanah, kemiringan atau reliaf tanah, ada tidaknya sungai, serta potensi bencana. Sedangkan untuk kondisi sosial budaya yang perlu diperhatikan ialah keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan potensi sumber daya alam. Serta perlu adanya langkah-langkah efektif yang perlu dilakukan oleh Pemda. Seperti pusat keramaian harus didistribusikan sampai ke pinggiran kota. Demikian juga penambahan ruang publik, taman, dan hutan kota yang tak dimiliki Kabupaten Banyumas. Namun hal tersebut masih perlu pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam perealisaiannya karena kendala lokasi yang strategis, sempitnya luasan arelnya. Konsekuensi lain yang perlu diperhatikan ialah masalah penambahan volume kendaraan yang menimbulkan kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Untuk itu perlu dilakukan perluasan kota yang sebaiknya dilakukan kearah pinggiran seperti arah Sokaraja di timur serta ke selatan dan barat. Solusi lain yang perlu dilakukan ialah dengan pembuatan hutan kota. Hutan kota adalah areal yang kompak dan cukup luas yang berfungsi sebagai paru-paru kota dan harus ditempatkan di daerah padat aktivitas transportasi. Sedangkan untuk penambahan pusat pendidikan tidak jadi masalah, karena masih berada di dalam kota. Serta tingkat kesemrawutan jalan tidak separah apabila dibandingkan dengan menambah pusat keramaian.

Sementara itu untuk tata ruang desanya sendiri sudah cukup teratur. Hal ini dibuktian dengan sudah terpenuhinya fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan yang sebanding dengan jumlah penduduk. Meskipun mulai timbul suatu konsekuensi yang harus diambil akibat dari perubahan penggunaan lahan yaitu banyak terjadi konversi lahan pertanian kelahan terbangun. Hal ini terjadi dikarenakan :
1. Lahan-lahan pertanian berada di lokasi-lokasi yang strategis untuk aktifitas dan pemukiman penduduk.
2. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat
3. Banyaknya penelantaran lahan sawah,
4. Land rent lahan pertanian lebih tinggi dari pada lahan lainnya

Konversi lahan sendiri memiliki dampak yang secara logis terjadi yaitu kenaikan produktifitas lahan dan penurunan sektor pertanian. Kenaikan produktifitas lahan disini berarti lahan lebih produktif dalam hal nilai jualnya. Karena fungsi lahan yang sudah berubah dari sawah menjadi permukiman. Sedangkan untuk penurunan sektor pertanian bila dilogikakan memang benar. Karena bila luasan lahan pertanin berkurang maka hasil dari sektor pertanian akan berkurang juga. Tapi melihat fakta dari data yang ada (Dinas Ketahanan Pangan). Produksi Pertanian untuk Kabupaten Banyumas masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Dengan pendistribusin yang cukup baik. Jadi dapat dikatakan konversi lahan pertanian ke lahan terbangun tidak selamanya menyebabkan penurunan sektor pertanian.
This entry was posted on 9:54 AM and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: