Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi yang akan datang dengan menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan mereka (World Commission in Environment and Development, 1987). Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan memaparkan suatu pembangunan untuk kebutuhan generasi saat ini dengan tetap tidak mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang. Maka tiga elemen yaitu manusia, alam dan sumberdaya ekonomi menjadi prioritas dalam pembangunan berkelanjutan.
Salah satu prinsip pengelolaan sumber daya alam yang lestari adalah kesetaraan. Gender seringkali dipahami dengan konsep yang berbeda. Gender adalah konsep mengenai peran antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Peran yang dikonstruksikan oleh masyarakat tersebut seringkali timpang atau tidak adil. Dalam pembangunan berkelanjutan, analisis gender dilibatkan didalamnya. Dengan demikian perempuan dan laki-laki dapat memperoleh akses partisipasi, pengambilan keputusan, kontrol dan manfaat terhadap pengelolaan kekayaan alam yang sama.

Budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat (mengutamakan lelaki) memberi dampak pada kelangsungan pembangunan seperti sistem ekonomi yang berorientasi kepada keuntungan semata dan menyingkirkan peran perempuan; sistem politik yang berorientasi pada kekuasaan; perempuan kehilangan akses akan sumber daya alam; perdagangan perempuan; kekerasan dalam rumah tangga; partisipasi perempuan masih rendah; beban ganda dan kebijakan yang tidak pro-perempuan.
Peran perempuan sebagai warga negara direpresentasikan sebagai ibu dan istri, karenanya peran sebagai pekerja menjadi prioritas di bawah peran yang sebelumnya. Haknya pun diterapkan sesuai dengan definisi/representasinya ini, yakni bukan menjadi pemimpin, akan tetapi menjadi pendamping (istri), pembantu (sekretaris) dan pemelihara (seksi konsumsi, PKK).
Keterlibatan dan keterwakilan perempuan dalam dunia politik dan kebijakan publik merupakan suatu keharusan, sebab akses, kontrol, dan partisipasi politik perempuan dalam berbagai tingkatan pembuatan dan pengambilan keputusan merupakan hak asasi manusia. Tidak dapat dipungkiri perempuan secara demografis merupakan mayoritas, namun secara politis mereka menempati posisi minoritas.
|
This entry was posted on 10:15 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

3 comments:

On Tuesday, November 23, 2010 4:14:00 PM , ryan said...

suka nulis juga y afri?
tulisanmu bagus..
sekali2 mampir ke blog q..
boedakbungkal.blogspot.com

thx

 
On Tuesday, January 11, 2011 11:41:00 AM , Victoria Mc Mahon said...

Blog dan artikelnya bagus juga, komentar juga ya di blog saya www.when-who-what.com

 
On Sunday, February 06, 2011 2:00:00 AM , radjab said...

aktif juga ya....., mkasih